“KOMPETENSI PNS GUNA PENINGKATAN PROFESIOANALITAS DAN PRODUKTIVITAS PNS
UNTUK MENCAPAI GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE”
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, mengatakan bahwa dari
4,7 juta Pegawai Negeri Sipil (PNS), sebanyak 95% PNS tidak kompeten, dan hanya
5% memiliki kompetensi dalam pekerjaannya (Harian Umum Pikiran Rakyat, Kamis 1
Maret 2012). Pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi ini mungkin mendapat tanggapan yang beragam dari berbagai kalangan,
baik kalangan PNS itu sendiri maupun yang bekerja di sektor swasta. Mungkin ada
yang kaget seolah-olah tidak percaya apakah betul PNS ini tidak kompeten, ada
juga yang biasa-biasa saja tidak memberikan komentar, dan mungkin ada yang
berpendapat, kalau tidak memiliki kompetensi bagaimana bisa melaksanakan
pelayanan kepada publik atau masyarakat, dan mungkin ada komentar yang radikal,
apabila tidak memiliki kompetensi lebih baik PNS ini mengundurkan diri
saja. Pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
bagi kalangan PNS merupakan salah satu bahan intropeksi diri untuk memperbaiki
dan meningkatkan kompetensi, karena PNS adalah berkedudukan sebagai unsur
aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara,
pemerintahan, dan pembangunan.
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Jo Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian, dijelaskan bahwa Pegawai Negeri adalah setiap warga
negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat
oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau
diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.Selanjutnya dijelaskan bahwa Pegawai Negeri
terdiri dari : Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pegawai Negeri Sipil (PNS) terdiri
dari: Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah. Dapat
dibayangkan kalau seandainya PNS ini tidak memiliki kompetensi, akan berakibat
atau berpengaruh terhadap pelayanan kepada masyarakat, misanya pelayanan
menjadi lambat, bekerja asal-asalan, tidak maksimal, tidak efisien dan hasilnya
tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang telah ditentukan. Sebenarnya
sudah berbagai program dan kegiatan yang telah diupayakan oleh Pemerintah untuk
meningkatkan kompetensi PNS, seperti melakukan reformasi birokrasi, berbagai
Diklat dalam jabatan, berbagai Diklat fungsional, berbagai Diklat teknis,
workshop, seminar dan kegiatan ilmiah lainnya, tapi mengapa PNS masih
diindikasikan tidak memiliki kompetensi?. Mungkin sudah banyak tulisan yang
membahas masalah kompetensi PNS, tetapi apa salahnya tulisan di bawah ini akan
membahas apa, mengapa dan bagaimana kaitannya dengan kompetensi PNS ini,
mudah-mudahan bermanpaat.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Apa itu Kompetensi ?
Kata “kompetensi” memiliki pengertian menyoroti
aspek dan penekanan yang relatif berbeda. Kompetensi memiliki pengertian yang
sama dengan capability (kemampuan). Seseorang yang kompeten adalah
yang memiliki kemampuan, pengetahuan dan keahlian untuk melakukan sesuatu secara
efisien dan efektif.
Menurut David Mc.Clelland, kompetensi adalah
karakteristik yang mendasar yang dimiliki seseorang yang berpengaruh langsung
terhadap atau dapat memprediksikan kinerja yang sangat baik. Selanjutnya David
Mc.Clelland berpendapat bahwa kompetensi ini ibarat “gunung es”,
dimana keterampilan dan pengetahuan membentuk puncaknya yang berada di atas
air. Bagian yang dibawah permukaan air tidak terlihat dengan mata, namun
menjadi fondasi dan memiliki pengaruh terhadap bentuk dari bagian yang berada
di atas air. Peran social dan citra diri berada apada bagian “sadar” seseorang,
sedangkan bakat/sifat dan motif seseorang berada apad alam “bawah sadar”nya;
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000
tentang Diklat Jabatan PNS, bahwa kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik
yang dimiliki oleh seorang PNS berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap
perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan tugas jabatannya;
B.
Mengapa PNS harus memiliki kompetensi ?
Pergeseran paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari “rule goverment” menjadi “good goverrnance” atau “from government
to governance”, dari sentralistik ke
desentralistis, maka perlu disikapi dan diimbangi dengan PNS yang memiliki
kompetensi yang memadai dan sesuai dengan tuntutan tugas.
Keberadaan PNS di era reformasi dan penyelenggaraan otonomi
daerah sekarang ini memiliki posisi yang sangat strategis, karena lancar
tidaknya, baik buruknya penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik,
sangat tergantung kepada komptensi yang dimiliki dan dikuasai oleh pemerintah,
sangat tergantung kepada kompetensi yang dimiliki dan dikuasai oleh PNS.
Mengapa PNS harus memiliki kompetensi ? diantaranya karena
tuntutan :
1. Tugas,
pokok, fungsi, kewenangan, dan tanggungjawab yang harus dilaksanakan, yaitu memberikan
pelayanan publik;
2. Pelakasanaan
kepemerintahan yang baik ( Good Governance);
3. Dalam
upaya mengimbangi perubahan lingkungan strategis yang cepat berubah, baik itu
lingkuangan internal organisasi, maupun lingkungan eksternal organsasi;
4. Perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi dan era globalisasi yang sedang berlangsung yang
tidak bisa ditolak dan dicegah lagi;
5. Serta
pelaksanaan otonomi daerah.
Kompetensi PNS ini berkaitan dengan
kemampuan berupa pengetahuan, keterampilan, kecakapan, sikap dan perilaku yang
diperlukan dalam pelaksanaan tugas pokok, fungsi kewenangan dan tanggungjawab
yang diamanatkan kepadanya.
Untuk itu kualifikasi aparatur
pemerintah (PNS), terutama para pemimpin dalam birokrasi publik menurut Widodo
(2006), harus : berakhlak bersih dan tidak cacat moral, memiliki visi ke depan.
Selanjutnya menurut Ulrich dalam Tilaar (1997), bahwa untuk
menciptakan sebuah kepemimpinan publik yang unggul diperlukan empat agenda
utama, yaitu : (1) menjadi rekan yang stratejik, (2) menjadi seorang pakar, (3)
menjadi seorang pekerja ulung dan (4) menjadi seorang agent of change
(agen perubahan).
Dalam upaya memenuhi kompetensi PNS, Bass (1985),
berpendapat dapat diupayakan melalui kompetensi transformasi seorang pemimpin,
yaitu : (1) meningkatkan kesadaran pegawai terhadap nilai dan pentingnya
tugas dan pekerjaan, (2) mengarahkan pegawai untuk fokus pada tujuan kelompok
dan organisasi, bukan pada kepentingan pribadi, dan (3) mengembangkan potensi
pegawai secara optimal.
Menurut Harbani Pasolong (2008), setidaknya terdapat
sepuluh prinsip kepemimpinan transformasional dalam pengelolaan birokrasi
pemerintahan, yakni : (1) kejelasan visi, kepemimpinan yang baik selalu mulai
dengan visi yang merefleksikan tujuan bersama, dan dijelaskan kepada seluruh
pegawai dengan gamlang dan sederhana, (2) kesadaran pegawai, selalu berusaha
untuk meningkatkan terhadap nilai dan pentingnya tugas dan pekerjaan bagi
organisasi, (3) pencapain visi, berorientasi pada pencapaian visi dengan cara
menjaga dan memelihara komitmen yang telah dibangun bersama, (4) pelopr
perubahan, (5) pengembangan diri, (6) pembelajaran pegawai, (7) pengembangan
pegawai, (8) pengembangan kreativitas, (9) budaya kerjasama, dan (10)
kondusifitas organisasi.
Dalam upaya meningkatkan kompetensi PNS khususnya para
pejabat struktural, Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (UU 43/199)
tentang Perubahan atas UU 8/1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, dalam Pasal
17 ayat 2 mengatur pengangkatan PNS dalam suatu jabatan dilaksanakan
berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja,
dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat objektif
lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, atau golongan.
Untuk menentukan Standar Kompetensi Jabatan, telah
ditetapkan Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2011
tanggal 28 Juni 2011 tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan.
Pedoman ini merupakan panduan bagi setiap instansi pemerintah baik pusat maupun
daerah dalam menyusun standar kompetensi jabatan pada instansi masing-masing.
Standar Kompetensi Jabatan yang selanjutnya disebut Standar
Kompetensi Manajerial adalah persyaratan kompetensi manajerial minimal yang
harus dimiliki seorang PNS dalam melaksanakan tugas jabatan. Sedangkan
Kompetensi Manajerial adalah karakteristik yang mendasari individu dengan
merujuk pada kriteria efektif dan/atau kinerja unggul dalam jabatan
tertentu.
Dengan demikian setiap PNS yang akan memangku jabatan
struktural harus memiliki standar kompetensi jabatan sesuai Keputusan Kepala
Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2011. Berdasarkan kamus kompetensi
manajerial yang tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor
13 Tahun 2011, ada sekitar 39 (tiga puluh Sembilan) kompetensi manajerial yang
harus dimiliki setiap pejabat struktural eselon, IV, III, II dan I.
Selain pejabat struktural, penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan publik dilaksanakan oleh pejabat fungsional yakni kedudukan yang
menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri
Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan
pada keahlian dan/atau ketrampilan tertentu serta bersifat mandiri.
C.
Masalah
Dan Solusi Permasalahan Yang Terdapat Di Pemerintah Daerah
1. Deskripsi kasus
Kementrian
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara akan membuat kontrak kerja bagi pegawai
negeri sipil (PNS), di pusat maupun daerah. Hal ini akan dilakukan untuk
meningkatkan profesionalisme dan produktivitas pegawai
Rencana
kontrak kerja ini disampaikan oleh deputi III Meneg PAN Bidang SDM Aparatur
Sunaryo Sumardji, Rabu 3 Nopember 2004 di Jakarta. Menurutnya Meneg PAN sedang
menyiapkan peraturan pemerintah (PP) mengenai penilaian prestasi kerja PNS<
yang di dalamnya terdapat peraturan mengenai sasaran kerja individu (SKI). SKI
ini berupa kesepakatan pemerintah dan PNS.
SKI ini
semacam janji kesanggupan pegawai untuk menyelersaikan pekerjaan masing-masing.
Isinya mengenai daftar target kerja yang harus dikerjakan dan diselesaikan oleh
PNS dalam waktu tertentu, kemudian dievaluasi dan dinilai apakah mencapai
target atau tidak.
Miftah Toha,
guru besar Ilmu Pemerintahan, dan Dedi Supriady Bratakusumah, Kepala Pusat
Pendidikan dan Latihan SPIMNAS Bidang Kepemimpinan Lembaga Administrasi Negara,
menyatakan harapannya agar Kementrian PANmenata kembali sisterm birokrasi di
Indonesia. Miftah mengatakan bahwa banyak hal yang harus dilakukan oleh Menneg
PAN dalam rangka reformasi birokrasi. Misalnya bagaimana memperbaiki kinerja
pegawai negeri dalam melaksanakan pelayanan publik, bagaimana merubah perilaku
pejabat untuk menghindarkan tindak pidana korupsi, dan menata jum;lah pegawai
negeri agar disesuaikan dengan pekerjaan yang ada. Menurutnya hanya 40 persen
pegawai negeri yang benar-benar bekerja, sisanya hanya sekedar datang ke kantor
tanpa melakukan pekerjaan yang berarti. Sudah saatnya pemerintah memperbaikinya
dan memiliki program untuk meningkatkan profesionalitas dan produktivitas
kinerja pegawai negeri sipil. Dalam perekrutan dan penyelesaian CPNS,
pemerintah harus mempunyai standar baku yang mesti dinilai berdasarkan
kompetensi, keahlian, serta profesionalitas mereka sehingga menghasilkan PNS
yang benar-benar dapat diandalkan. Hal senada juga diungkapkan oleh Deddy. Ia
menambahkan dalam reformasi ini harus ditinjau ulang mengenai tugas PNS di
setiap lembaga. Pemerintah harus meninjau berapa PNS yang benar-benar
dibutuhkan dalam setiap institusi sehingga tidak ada lagi yang menganggur.
Menurutnya pemerintah belum menyelesaikan berbagai masalah yang muncul seputar
birokrasi secara menyeluruh dan belum terlalu memperhatikan PNS.
Dari
pernyataan di atas tadi dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan seputar PNS dan untuk meningkatkan produktivitas dan
profesionalitas PNS harus dibuat peraturan pemerintah. Peraturan pemerintah
tersebut tidak hanya berisi tentang penilaian prestasi kerja namun juga harus
berisi tentang standar perekrutan dan penyeleksian CPNS. Tujuannya agar para
PNS dapat bekerja lebih profesional sesuai dengan kompetensi dan keahliannya.
2.
Analisis SWOT
PENINGKATAN PROFESIONALISME DAN
PRODUKTIVITAS PNS
KEKUATAN
(STRENGTH)
1. Jumlah PNS yang banyak
|
KELEMAHAN
(WEAKNESS)
1.Profesionalisme
kurang
2.
Kualifikasi pendidikan belum mencukupi
|
|
PELUANG
(OPPORTUNITY)
1. Jabatan tinggi
2. Penghasilan besar
3. Status
sosial meningkat
|
STRATEGI SO
Memberikan kesempatan kepada seluruh PNS untuk
mengembangkan profesionalisme dan produktivitas setinggi mungkin untuk
meningkatkan karir dengan pola reward and punishment.
|
STRATEGI WO
1.
Memberikan pembinaan pada PNS untuk meningkatkan profesionalisme
2.
Pendidikan dan pelatihan bagi PNS sesuai dengan bidangnya
|
ANCAMAN
(THREAT)
1. KKN
2.
Apatisme dan ketidakpercayaan dari masyarakat
|
STRATEGI ST
1.
Penegakan hukum/aturan dengan sebaik-baiknya.
2.
Penempatan pegawai sesuai dengan keahliannya
|
STRATEGI WT
Meningkatkan
kompetensi dan produktivitas PNS agar mendapat kepercayaan dari masyarakat
|
3.
Solusi
Permasalahan.
Pembinaan
dan pengembangan profesionalitas sumber daya manusia menjadi salah satu upaya
yang tepat untuk menghadapi dan merespon segala tantangan yang berkaitan dengan
perubahan lingkungan strategis. Sebagai upaya untuk mewujudkan tuntutan
profesionalitas Pegawai Negeri Sipil, Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 telah
menetapkan beberapa perubahan dalam manajemen Pegawai Negeri Sipil. Perubahan
tersebut membawa konsekuensi bahwa setiap organisasi pemerintah baik pusat
maupun daerah harus memiliki Sumber Daya Manusia Pegawai Negeri Sipil (SDM-PNS)
yang memenuhi persyaratan baik secara kuantitas maupun kualitas, sehingga dapat
melaksanakan tugas dan fungsinya secara profesional.
Apabila dikatakan bahwa masalah yang dihadapi
organisasi secara umum adalah masalah kualitas SDM-PNS, maka persoalan yang
harus segera dicermati dan ditelusuri adalah tentang kompetensi dan
profesionalitas SDM-PNS dalam organisasi. Apakah SDM-PNS kurang kompeten dalam
melaksanakan pekerjaannya, atau karena faktor-faktor lain yang tidak mendukung
profesio-nalitas SDM-PNS dalam melaksanakan tugas pekerjaannya ? Apakah suksesi
perencanaan SDM-PNS telah didasarkan kompetensi dan sesuai dengan pola karir
yang telah ditetapkan manajemen ?. Apakah pengembangan pengetahuan dan
keterampilan SDM-PNS secara profesional telah didasarkan atas kejelasan
kualifikasi kompetensi yang dibutuhkan organisasi ?
Dengan melihat pada permasalahan di atas maka
upaya-upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan profesionalitas dan
produktivitas PNS adalah :
1.
Sistem
Rekrutmen Pegawai yang Komprehensif
Rekrutmen sebagai suatu proses
pengumpulan calon pemegang jabatan yang sesuai dengan rencana sumber daya
manusia untuk menduduki suatu jabatan tertentu dalam fungsi pemekerjaan (employee
function.). Meskipun sistem rekrutmen telah diatur dalam peraturan
pemerintah sebagai upaya untuk menjaring SDM-PNS yang kompeten, namun dalam
implementasinya belum memenuhi kebutuhan yang dapat menunjang keberhasilan
kinerja dan profesionalitas SDM-PNS. Kondisi SDM-PNS demikian ini antara lain
disebab-kan oleh perencanaan kepegawaian saat ini belum didasarkan pada
kebutuhan nyata sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Rekrutmen
pegawai yang dilaksanakan oleh pemerintah, belum mampu mengungkap kompetensi
SDM-PNS sesuai dengan kebutuhan. Proses prosedur rekrutmen Pegawai Negeri Sipil
selama ini menurut opini yang berkembang di masyarakat, cenderung diwarnai oleh
praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)
Kualitas
SDM-PNS, antara lain ditentukan oleh rekrutmen yang merupakan proses aktivitas
mencari dan menemukan SDM-PNS yang memiliki motivasi, kemampuan, keahlian dan
pengetahuan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas jabatannya. Secara
organisatoris rekrutmen sebagai perencanaan sumber daya manusia harus terprogram
secara komprehensif untuk dapat memprediksi kebutuhan baik kuantitas maupun
kualitas serta perencanaan yang profesional. Secara teoritis, banyak metode dan
teknik seleksi untuk mengevaluasi pelamar sesuai jabatan yang lowong dalam
organisasi.
2.
Menciptakan
rancangan kerja yang menyenangkan
Unsur yang paling menentukan tingkat
kinerja adalah manusia. Manusia akan bekerja dengan baik kalau ia cukup
termotivasi untuk melakukannya. Bagi PNS keseluruhan, yang dibutuhkan bukanlah
manusia yang termotivasi secara individu, melainkan manusia yang termotivasi
secara kelompok. Pada gilirannya manusia berkelompok yang termotivasi akan
dapat menggerakkan organisasi secara keseluruhan.
Sebenarnyalah, hal-hal positif yang
ingin diperoleh PNS dalam bekerja tidaklah semata-mata bersifat finansial
tetapi juga hal-hal yang sifatnya psikologis. Dalam kelesuan ekonomi seperti
sekarang ini, pemerintahan sebaiknya mulai lebih memperhatikan masalah
psikologis PNS sebagai upaya meningkatkan kinerja dibandingkan biaya untuk financial
income. Pemenuhan psychological income ini tidaklah memerlukan biaya yang
terlalu besar.
Salah satu cara memberikan
psychological income ialah dengan cara membuat rancangan kerja yang dapat
memenuhi kebutuhan manusia, seperti, membuat pekerjaan lebih berarti, lebih
menarik dan lebih memberikan tantangan (caranya dengan merancang pekerjaan yang
melibatkan banyak variasi dalam hal isinya yang menuntut keahlian lebih tinggi;
memberikan otonomi dan tanggung jawab lebih besar pegawai untuk membuat perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan pekerjaan sendiri). Memberikan tambahan tugas pada
pegawai agar pekerjaan lebih bervariasi tanpa menuntut kemampuan yang lebih
tinggi. Memasukkan tujuan kerja, feed back, insentif ke dalam pekerjaan
(apabila pegawai merasa pekerjaannya bervariasi, mempunyai otonomi luas, ada
identitas tugas, ada feed back hasil kerja, dan ada kesempatan untuk
berhubungan dengan orang lain dan membentuk suatu persahabatan, pegawai akan
bekerja dengan motivasi yang tinggi).
Upaya meningkatkan kinerja PNS pada
akhirnya ditentukan oleh pola hubungan dalam instansi di mana ia bekerja. Pola
hubungan antara atasan dengan bawahan dalam banyak instansi kedinasan
pemerintahan di negara kita ini, masih bersifat paternalistik. Untuk
meningkatkan kinerja, pola demikian itu mesti diubah dengan merangsang
partisipasi aktif setiap PNS dalam bekerja.
4.
Saran
Rendahnya
kinerja PNS di negeri ini berkait tingkat pendidikan formal. Tujuh puluh dua
persen dari seluruh PNS lulusan SMA. Dari sekitar empat juta PNS, 53 persen di
antaranya masih perlu dibina terus agar dapat mencapai tingkat produktivitas
dan profesionalisme yang diharapkan. Karenanya perlu terus dilakukannya
reformasi terhadap pola pembinaan sumber daya PNS di negeri ini. Sistem
kekerabatan dan nepotisme dalam rekruitmen dan penempatan suatu jabatan, adalah
salah satu persoalan yang hingga kini masih terus terjadi. Tidak adanya
penegakan disiplin, menjadikan PNS semakin tidak pernah merasa menjadi bagian
dari lingkup kerja.
Menjadi
sangat percuma jika kita terus menggelorakan etos kerja, sementara sistem di
birokrasi masih sarat budaya primordial. Kita bisa camkan apa yang dikatakan
seorang teolog, Norman Vincent Peale: “Setiap masalah selalu mengandung inti
solusi. Maka, untuk mendapat inti itu, mau tak mau Anda perlu menghadapi
masalah.”
Melihat hal
ini maka penulis sarankan kepada pemerintah agar melaksanakan pola rekruitmen
pegawai yang komprehensif yang benar-benar sesuai dengan keahlian dan kebutuhan
serta tidak berorientasi kepada KKN, yang hanya akan membawa permasalahan lain
selain tentang profesionalitas PNS dan juga agar menciptakan suatu rancangan
kerja yang jelas dan menyenangkan yang membawa tanggung jawab penuh bagi para
pegawai sesuai dengan keahliannya dan semoga hal ini akan membantu meningkatkan
profesionalitas dan produktivitas PNS sehingga akan menjadi pelayan publik yang
profesional dan meningkatkan kepercayaan masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar